Akhir-akhir ini publik ramai memperbincangkan tindakan salah satu anggota organisasi yg membakar bendera yg bertuliskan kalimat tauhid. Banyak pihak yg geram atas tindakan ini, sebab kalimat tauhid dimanapun penempatannya adalah kalimat yg harus dimuliakan oleh seluruh umat islam. Sehingga membakar bendera yg bertuliskan kalimat tauhid adalah bentuk penghinaan yg nyata pada kalimat tauhid itu sendiri.
Benarkah hujjah tersebut? .

Sebelumnya patut dipahami bahwa dalam konteks ini telah terjadi penyimpangan fungsi kalimat tauhid yg awalnya merupakan simbol ke-esaan Allah SWT, namun oleh oknum yg tidak bertanggung jawab justru kalimat tersebut dijadikan sebagai simbol kepentingan mereka dan dijadikan lambang identitas golongan mereka, golongan ini biasa dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia, salah satu gerakan separatis yg secara tegas telah dilarang oleh pemerintah.

Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Tanbihat al-Wajibat menjelaskan:

ان استعمال ما وضع للتعظيم في غير محل التعظيم حرام

“Sesungguhnya menggunakan sesuatu yg diciptakan untuk diagungkan, untuk difungsikan pada hal yg tidak diagungkan adalah hal yg haram”.

Berdasarkan referensi diatas, mengalih fungsikan kalimat tauhid untuk kepentingan organisasi yg terlarang adalah bentuk perbuatan yg secara tegas diharamkan oleh Syara’. Sebab perbuatan ini saja sudah dipandang menghina terhadap kalimat tauhid itu sendiri.

Sehingga mestinya secara arif kita dapat menilai bahwa Bendera tauhid pada konteks ini hakikatnya bukan merupakan lambang yg mewakili umat islam secara kesuluruhan, bahkan merupakan lambang yg dijadikan pemicu berbagai perpecahan bangsa sebab telah difungsikan sebagai lambang golongan tertentu yg telah dilarang oleh pemerintah

Peristiwa semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam ingatan sejarah kita, bagaimana Masjid Dhirar dihancurkan dan dibakar oleh Rasulullah SAW setelah beliau tahu bahwa ternyata masjid tersebut dibuat oleh Kaum yg berupaya memecah belah Umat Islam.

Dalam menyikapi peristiwa ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawi Lil fatawi:

قال علماؤنا: وإذا كان المسجد الذي يتخذ للعبادة وحض الشرع على بنائه يهدم، وينزع إذا كان فيه ضرر فما ظنك بسواه؟ بل هو أحرى أن يزال ويهدم، هذا كله كلام القرطبي.

“Para Ulama’ berkata “Jika masjid saja yg diciptakan untuk ibadah dan syariat menganjurkan untuk membangunnya berubah menjadi dihancurkan karena terdapat kemudlaratan, lantas bagaimana pendapatmu pada hal selain masjid? Jelas lebih pantas untuk dihilangkan dan dihancurkan” perkataan tersebut adalah perkataan Imam Qurtuby”

Selain peristiwa itu, pernah pula tercatat dalam sejarah Sayyidina Utsman RA membakar Mushaf Al-Quran untuk tujuan menjaga keotentikan Al-Quran. Sebab Mushaf yg Ia bakar merupakan mushaf-mushaf yg bercampur antara ayat yg mansukh (disalin) dan ayat yg tidak mansukh. Khawatirnya jika mushaf-mushaf itu dibiarkan, banyak orang akan berpendapat bahwa lafadz yg bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an dianggap sebagai bagian dari Al-Quran dan hal ini jelas akan berpengaruh pada keotentikan Al-Quran itu sendiri.

Berdasarkan peristiwa ini, Para Fuqoha’ berpandangan bahwa membakar Al-Qur’an jika bertujuan untuk menjaga kehormatan Al-Quran itu sendiri adalah hal yg diperbolehkan.

Berdadarkan beberapa dalil-dalil diatas dapat kita simpulkan bahwa Bendera tauhid hanyalah kedok dari gerakan terlarang di negeri ini. Kita harus melawannya secara tegas. Tindakan membakar hakikatnya bukan melecehkan kalimat tauhid, namun untuk menyelamatkannya dari kepentingan2 yg tercela.

Dengan demikian, hukum membakar bendera tauhid adalah hal yg diperbolehkan, bahkan merupakan cara yang paling utama bila hal tersebut lebih efektif untuk menghentikan provokasi dari gerakan terlarang di negeri ini. Wallahu A’lam.

Sumber : http://lirboyo.net/