Rumah Habib al ‘Ajami terletak di sebuah persimpangan jalan di kota Bashrah. Ia mempunyai sebuah mantel bulu yang selalu dipakainya, baik di musim panas maupun di musim dingin. Suatu ketika ketika Habib hendak bersuci, mantel itu dilepaskannya dan dengan seenaknya dilemparkannya ke atas tanah.

Tidak berapa lama kemudian Hasan al-Bashri lewat di tempat itu. Melihat mantel Habib yang terletak di atas jalan, ia bergumam, “Dasar Habib seorang Barbar, tak perduli berapa harga mantel bulu, ini! Mantel yang seperti ini tidak boleh dibiarkan saja di tempat ini, Bisa-bisa hilang nanti”,

Hasan berdiri di tempat itu untuk menjaga mantel tersebut, Tidak lama kemudian Habib pun kembali.

”Wahai, imam kaum Muslimin”, Habib menegur Hasan setelah memberi salam kepadanya, ”Mengapakah engkau berdiri di sini?”

” Tahukah engkau bahwa mantel seperti ini tidak boleh ditinggalkan di tempat begini? Bisa-bisa hilang. Katakan, kepada siapakah engkau menitipkan mantel ini?”

”Kutitipkan kepada Dia, yang selanjutnya menitipkannya kepadamu”, jawab Habib.

Pada suatu hari Hasan berkunjung ke rumah Habib. Kepadanya Habib menyuguhkan dua potong roti gandum dan sedikit garam. Hasan sudah bersiap-siap hendak menyantap hidangan itu, tetapi tiba-tiba seorang pengemis datang dan Habib menyerahkan kedua potong roti

beserta garam itu kepadanya. Hasan terheran-heran lalu berkata: “Habib, engkau memang Seorang manusia budiman. Tetapi alangkah baiknya seandainya engkau memiliki sedikit pengetahuan, Engkau mengambil roti yang telah engkau suguhkan ke ujung hidung tamu lalu memberikan semuanya kepada seorang pengemis, Seharusnya engkau memberikan sebagian kepada si pengemis dan sebagian lagi kepada tamumu”‘.

Habib tidak memberikan jawaban.

Tidak lama kemudian seorang budak datang sambil menjunjung sebuah nampan. Di atas nampan tersebut ada daging domba panggang, penganan yang manis-manis dan uang lima ratus dirham perak. Si budak menyerahkan nampan tersebut ke hadapan Habib. Kemudian Habib membagi-bagikan uang tersebut kepada orang-oang miskin dan menempatkan nampan tersebut di samping Hasan.

Ketika Hasan mengenyam daging panggang itu, Habib berkata kepadanya: “Guru, engkau adalah seorang manusia budiman, tetapi alangkah baiknya seandainya engkau memiliki sedikit keyakinan. Pengetahuan harus disertai dengan keyakinan”.

 

Penulis: Kang Yanu. Dinukil dari kitab Tadzkirotul Auliya.