Waktu itu tak seperti biasanya. Bahtsul Masail LBM PCNU Tulungagung yang seharusnya cukup dihadiri tim ahli tingkat Kabupaten, kali ini turut serta menghadirkan Tim Ahli LBM PBNU dan LBM PWNU Jawa Timur.

LBM PBNU di wakili KH. Azizi Chasbullloh dari Kabupaten Blitar, LBM PWNU diwakili KH. Zahro Wardi dari Trengggalek.

Bukan tanpa alasan, dua tim ahli sengaja didatangkan sebab tema kajian dinilai sangat krusial di masyarakat dan butuh penyikapan yang tepat.

Sekitar tiga minggu sebelumnya, LBM PCNU diminta Rois Syuriyah PCNU Tulungagung KH. Muhson Hamdani dan Katib Syuriyah KH. Bagus Ahmadi membahas pertanyaan tentang praktik Auto Gajian dalam pandangan Fiqih.

Perintah ini muncul, setelah Rois Syuriah dan Katib Syuriah mendapatkan pertanyaan terkait Auto Gajian dari masyarakat Tulungagung.

Sekilas, mendengar sebutan Auto Gajian sebenarnya saya kurang tertarik. “Paling Auto Gajian tak ubahnya seperti MMM yang sempat booming beberapa tahun lalu”, pikir saya waktu itu.

Namun setelah mendengar paparan lengkap tentang pertanyaan perihal Auto Gajian, ternyata fenomena ini menarik untuk dibahas. Sebab investasi yang dilebeli “Auto Gajian”, konon sedang marak diikuti ribuan warga Tulungagung. Bahkan diduga mencapai jutaan member di dalam dan luar negeri.

Selanjutnya setelah musyawarah, pengurus LBM PCNU sepakat permasalahan ini dibawa ke forum Bahsul Masail yang dilaksanakan 04 Juli 2020 di Ngunut – Tulungagung.

Guna mendapatkan hasil yang maksimal, Lembaga Bahsul Masail (LBM) PCNU Tulungagung berusaha mengundang Otoritas Jasa Keuangan Kediri (OJK) untuk mengirimkan narasumber dalam forum tersebut. Namun karena alasan protokol kesehatan, OJK menjawabnya dengan mengirim surat balasan via pos dan email yang menerangkan bahwa entitas Auto Gajian telah dibubarkan oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sejak April 2020.

Selain mengundang OJK, agar diskusi berimbang LBM juga mengundang pihak Auto Gajian menjadi narasumber dalam forum tersebut, dan hadir dua orang yang mewakili Auto Gajian.

Pengamatan saya, bahsul masail di ponpes Sunan Kalijogo Ngunut Tulungagung banyak mengulas aqad dan hukum mengikuti Auto Gajian dalam pandangan Fiqh.

Diskusi pagi itu diawali dengan penjelasan narasumber dari Auto Gajian.

Peserta Bahstu terlihat antusias memahami paparan narasumber.

Berbagai pertanyaan dilontarkan peserta. Termasuk pertanyaan siapakah yang akan memberi uang anggota terakhir komunitas auto gajian jika diandaikan seluruh dunia mengikuti komunitas tersebut.

Menaggapi pertanyaan itu narasumber auto gajian memaparkan pihaknya telah menyiapkan dana cadangan jika hal-hal demikan terjadi di komunitas auto gajian.

Dana cadangan yang mereka klaim, saat ini dikelola oleh PT yang baru saja didirikan komunitas Auto Gajian.

Pertanyaan demi pertanyaan dijawab detail oleh narasumber Auto Gajian.

Hingga tibalah acara di sesi penggalian hukum.

Pada sesi ini, beragam pendapat diutarakan peserta bahsul masail. Di antarannya:

1. Perwakilan LBM MWC Kalidawir menjawab Auto Gajian masuk kategori judi karena mengandung unsur probabilitas antara kalah dan menang.

2. Perwakilan LBM MWC Pucanglaban berpendapat Auto Gajian bisa dimasukkan aqad ju’alah (sayembara) karena telah memenuhi syarat dan rukun, meskipun kemudian mendapat banyak sanggahan dari peserta dan dinilai tidak singkron dengan praktik yang ada di sistem Auto Gajian.

3. Berbeda dengan Kalidawir dan Pucanglaban, LBM MWC Ngantru memaparkan, aqad Auto Gajian dapat dimasukkan aqad hibah, namun hukum mengikuti bisnis Auto Gajian adalah haram. Alasannya, sistem dalam auto gajian terdapat unsur idlrar (merugikan) terhadap
sebagian member, al-Gharar (ketidakpastian), dan Al-Tadlis (penipuan).

Dari banyaknya pendapat yang tidak bisa saya utarakan satu persatu, selanjutnya, tanggapan disampaikan oleh Tim AhliLBM PWNU Jawa Timur KH Zahro Wardi dengan mengarahkan agar pembahasan tidak terjebak di tataran lahiriyah aqad.

Sebab menurut penjelasannya, semua aqad bisa jadi dapat dimasukkan dalam Auto Gajian meskipun batil.

Lebih dari itu, KH. Zahro Wardi mengajak musyawirin untuk lebih mendalami substansi kegiatan agar diketahui hukum halal dan tidaknya.

KH. Azizi Hasbulloh selaku Tim Ahli PBNU mengatakan Auto Gajian termasuk Akhdzul Maalil ghoir Bil Batil (mengambil harta orang lain dengan jalan batil), sehingga apapun bungkus akadnya tetap tidak diperbolehkan.

Alhasil Forum pun menyepakati bahwa praktik yang dijalankan Auto Gajian merupakan investasi “bodong” yang mengandung unsur Ghurur/غرور (tipu daya) dan melanggar prinsip-prinsip pengelolaan keuangan syariah. Sehingga hukum mengikuti Auto Gajian juga diharamkan.

Untuk lebih detail memahami putusan tersebut, berikut saya tampilkan hasilnya:

Hasil Bahsul Masail Waqi’iyah
LBM PCNU TULINGAGUNG
NO: 008/PC/LBM-NU/L.24/VII/2020
04 JULI 2020,
Ponpes Sunan Kali Jogo, Ngunut – Tulungagung

Tema : Bantuan Menguntungkan (AUTO GAJIAN)

Deskripsi Masalah:
Sejak dua bulan terakhir, warga Tulungagung dikejutkan kabar tentang program tolong menolong atau sedekah menguntungkan. Memang menggiurkan, hanya dengan uang Rp.1.500.000, beberapa bulan berikutnya bisa menikmati hasil Rp.150.000.000. Program yang dinamai AUTO GAJIAN ini dikemas dengan konsep dan sistem sebagaimana terlampir di Lampiran 1.

Pertanyaan:
A. Tergolong aqad apakah program tersebut?
B. Bagaimana hukum mengikuti program AUTO GAJIAN sebagaimana dijelaskan dalam deskripsi di atas?

Jawaban:
A. Tergolong investasi “bodong” yang mengandung unsur Ghurur/غرور (tipu daya) dan melanggar prinsip-prinsip legalitas pengelolaan keuangan syariah. Disebut Investasi karena konsep yang dibangun di dalamnya nyata-nyata menunjukkan sebuah bisnis investasi meskipun dibungkus dengan istilah ‘íkhlas berbagi’.

Unsur Ghurur/غرور dalam Auto Gajian di antaranya :

1. Penggunaan jargon atau istilah “Ikhlas Berbagi” dan klaim sebagai “komunitas sosial”, tidak sesuai dengan realita sistem yang dijalankan mereka. Sebab dilihat dari konsepnya, Entitas Auto Gajian murni kegiatan bisnis yang berorientasi keuntungan.

Di lain sisi, jika istilah ‘ikhlas berbagi’ dimaknai shadaqah tentu tidak sesuai dengan konsep shadaqah itu sendiri. Konsep shadaqah dalam ilmu fiqh adalah pemberian dengan mengharapkan pahala. Bukan mengharapkan selain pahala.

Begitu pula jika ‘ikhlas berbagi’ dimaknai hibah (pemberian), juga tidak tepat. Sebab hibah adalah pemberian tanpa mengharapkan imbal balik. Sedangkan di Auto Gajian tidak demikian.

Pemberian (Hibah) dengan mengharapkan imbal balik, dalam ilmu fiqh masuk kategori transaksi Bai’ (Jual Beli). Andaikata ‘Ikhlas Berbagi’ disebut jual beli, ini juga tidak tepat. Sebab konsep dan sistem yang dibangun Auto Gajian nyatanya tidak memenuhi syarat rukun jual beli.

2. Klaim tidak adanya mitra terakhir atau tidak ada peserta yang dirugikan adalah bentuk tipu daya yang nyata. Sebab sistem seperti ini pasti ada peserta terakhir yang dirugikan, meskipun Auto Gajian mengklaim memiliki dana yang disimpan sebagai antisipasi jika terjadi kejenuhan atau mati. Namun demikian dalam hitung-hitungan matematik, tidak mungkin dana yang masuk dapat mencukupi kebutuhan seluruh anggotanya jika hanya mengandalkan pemasukkan dari anggota.

3. Tidak adanya transparansi publik dalam skema penentuan pencairan.

4. Tidak adanya legalitas dari pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga kegiatan Auto Gajian tidak bisa dikontrol dan diawasi oleh pihak-pihak terkait.

B. Hukum mengikuti Auto Gajian adalah haram. Sebab :

1. AUTO GAJIAN Melanggar aturan pemerintah, yaitu surat penghentian kegiatan usaha AUTO GAJIAN oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas jasa Keuangan (OJK) Nomor : S-210/SWI/2020 pada 11 Mei 2020. Dikuatkan dengan siaran pers Nomor : SP 03/SWI/IV/2020 Tentang Daftar Entitas Investasi Ilegal yang salah satunya adalah AUTO GAJIAN. Surat tersebut sebagai jawaban OJK Kediri atas surat LBM PCNU Tulungagung Nomor : 005/PC/LBM-NU/L.24/VI/2020 perihal Permohonan Narasumber yang dikirim OJK Kediri via Pos dan Email Ke LBM PCNU Tulungagung tertanggal 02 Juli 2020.

2. Esensi AUTO GAJIAN sendiri adalah haram, meskipun di“bungkus” dengan akad apapun. Sebab tinjauan halal haramnya sebuah akad dalam ilmu fiqh dilihat dari maksud dan tujuannya, bukan dari perkataan dan “bungkus”nya. Sementara konsep yang dijalankan AUTO GAJIAN esensinya masuk kategori اخذ أموال الناس بالباطل (Mengambil harta orang lain dengan cara batil) dan itu hukumnya HARAM.

 

Oleh:
ILHAM NADHIRIN.
(Sektetaris LBM PCNU Tulungagung)
Tulungagung, 05 Juli 2020.