Telah lama sampai bertahun tahun mulut Malik bin dinar tidak dilewati makanan yang manis maupun yang asam. Setiap malam ia pergi ke tukang roti dan membeli dua potong roti untuk berbuka puasa. Kadang-kadang roti yang dibelinya itu masih terasa hangat, dan ini menghibur hatinya dan dianggapnya sebagai perangsang selera.

Pada suatu hari Malik jatuh sakit dan ia sangat ingin makan daging. Sepuluh hari lamanya keinginan itu dapat dikekangnya. Ketika ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi, maka pergilah ia ke toko makanan untuk membeli dua tiga potong kaki domba dan menyembunyikan kaki domba itu di lengan bajunya.

Si pemilik toko menyuruh seorang pelayannya membuntuti Malik untuk menyelidiki apa yang hendak dilakukannya. Tak berselang lama kemudian si pelayan kembali dengan air mata berrlinang. Si pelayan memberikan laporannya: “Dari sini ia pergi ke sebuah tempat yang sepi. Di tempat itu dikeluarkannya kaki kaki domba itu, diciumnya dan ia berkata kepada dirinya sendiri. “Lebih daripada ini bukanlah hakmu.” Kemudian diberikannya roti dan kaki kaki domba itu kepada seorang pengemis. Kemudian ia berkata pula kepada dirinya sendiri : “Wahai jasad yang lemah, jangan kau sangka bahwa aku menyakitimu karena benci kepadamu. Hal ini kulakukan agar pada hari Kebangkitan nanti, engkau tidak dibakar di dalam api neraka. Bersabarlah beberapa hari lagi, karena pada saat itu godaan ini mungkin telah berhenti dan engkau akan mendapatkan kebahagiaan yang abadi.”

Pada suatu ketika Malik bin Dinar berkata: “Aku tidak mengerti apakah maksudnya ucapan: “jika seseorang tidak makan daging selama empat puluh hari maka kecerdasan akalnya akan berkurang! Aku sendiri tidak pernah makan daging selama dua puluh tahun, tetapi kian lama kecerdasan akalku makin meningkat juga.”

Selama empat puluh tahun Malik tinggal di kota Bashrah dan selama itu pula ia tidak pernah makan buah kurma yang segar. Apabila musim kurma tiba, ia berkata: Wahai penduduk kota Bashrah, saksikanlah betapa perutku tidak menjadi kempis karena tidak makan buah kurma dan betapa perut kalian tidak gembung karena setiap hari makan buah kurma.”

Namun setelah empat puluh tahun lamanya, batinnya diserang kegelisahan. Betapapun usahanya namun ke inginannya untuk makan buah kurma segar tidak bisa dikekangnya lagi. Akhirnya setelah beberapa hari berlalu, keinginan tersebut kian menjadi jadi walaupun tak pernah dikabulkannya, dan Malik akhirnya tak berdaya untuk menolak desakan nafsu itu.

“Aku tidak mau makan buah kurma,” ia menyangkal keinginannya sendiri.
”Lebih baik aku dibunuh atau mati.”

Malam itu terdengarlah suara yang berkata: “Engkau harus makan buah kurma. Bebaskan jasadmu dari kungkungan,”

Mendengar suara ini jasadnya yang merasa memperoleh kesempatan itu mulai menjerit jerit.

“Jika engkau menginginkan buah kurma,” Malik menyentak, “Berpuasalah terus menerus selama satu minggu dan shalatlah sepanjang malam, setelah itu barulah akan kuberikan buah kurma kepadamu.”

Ucapan ini membuat jasadnya senang. Seminggu penuh ia shalat sepanjang malam dan berpuasa setiap hari. Setelah itu ia pergi ke pasar, membeli beberapa buah kurma, kemudian pergi ke masjid untuk memakan buah kurma itu.

Namun dari loteng sebuah rumah, seorang bocah berseru: “Ayah! seorang Yahudi membeli kurma dan hendak memakannya di dalam masjid.”

“Apa pula yang hendak dilakukan Yahudi itu di dalam masjid?” si ayah menggerutu dan begegas untuk melihat siapakah Yahudi yang dimaksud anaknya itu. Tetapi begitu melihat Malik, ia lantas berlutut.

“Apa artinya kata kata yang diucapkan anak itu?” Malik mendesak.

“Maafkanlah ia guru,” si ayah memohon, “Ia masih anak anak dan tidak mengerti. Di sekitar sini banyak orang orang Yahudi. Kami selalu berpuasa dan anak anak kami menyaksikan beberapa orang orang Yahudi makan di siang hari. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa setiap orang yang makan di siang hari adalah seorang Yahudi. Apa apa yang telah diucapkannya, adalah karena kebodohannya. Maafkanlah dia.”

Mendengar penjelasan tersebut Malik sangat menyesal, Ia menyadari bahwa anak itu telah didorong Allah untuk mengucapkan kata kata itu.

“Ya Allah,” seru Malik, “sebuah kurma pun belum sempat kumakan dan Engkau menyebutku Yahudi melalui lidah seorang anak yang tak berdosa. Seandainya kurma kurma ini sempat termakan olehku niscaya Engkau akan menyatakan diriku sebagai seorang kafir. Demi kebesaran Mu aku bersumpah tidak akan memakan buah kurma untuk selama lamanya.

 

Penulis: Kang Yanu
Editor: —