(Tulungagung) Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2017, Panitia HSN Kabupaten Tulungagung mengadakan berbagai ajang kegiatan dan perlombaan. Diantaranya, dalam bidang pendidikan keagamaan panitia mengadakan Musabaqoh Qiroatil Kutub (MQK) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren MIA (Ma’hadul Ilmi wal ‘Amal) Moyoketen Boyolangu Tulungagung. 

“MQK merupakan ajang lomba membaca dan memahami kitab-kitab turats karya Ulama terdahulu”. Demikian papar H. Bagus Ahmadi, Ketua Panitia Pelaksana MQK saat dikonfirmasi awak media. Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU Tulungagung ini menjelaskan “Penilaian dalam lomba ini meliputi tiga aspek, yaitu fashohatul qiroah atau kelancaran membaca yang mencakup makhraj, intonasi, dan kecepatan membaca. Kedua, adalah shihatul qiroah atau kebenaran membaca terkait dengan i’rabnya, shorof dari tiap kata, maupun status kalimat dalam suatu susunan kalam. Kemudian yang ketiga adalah terkait dengan pemahaman makna atau fahmul ma’ani yaitu memahami kalimat yang dibaca dikaitkan dengan berbagai aspek seperti makna mufrodatnya, kandungan makna, dan dalil-dalil penguat baik dari al Quran, al Hadits, maupun aqwalul Ulama”. 

Pelaksanaan kegiatan MQK tahun ini digawangi oleh PC RMI NU Tulungagung, sebuah lembaga yang menangani pendidikan Pondok pesantren dan pendidikan keagamaan. Sedianya MQK akan dilaksanakan dua hari, yaitu tanggal 21 dan 22 Oktober 2017, namun dengan mempertimbangkan berbagai hal akhirnya pelaksanaan MQK diringkas menjadi satu hari. Selain MQK, Panitia HSN 2017 juga menyelenggarakan beberapa perlombaan misalnya Lomba Futsal Bersarung. 

Respon masyarakat Islam Tulungagung terhadap kegiatan MQK sangat tinggi, khususnya dari kalangan pondok pesantren di wilayah Tulungagung. Peserta terbagi dalam tiga kategori, yaitu fiqh tingkat anak-anak dengan kitab Mabadi fiqhiyyah juz 3, fiqh tingkat dewasa yang memahami kitab fathul qorib dan kategori aqidah dewasa yang mendalami kitab risalah ahli sunnah wal jama’ah karya Hadlratus Syaikh M. Hasyim Asy’ari, Pendiri Nahdlatul Ulama. 

Salah seorang dewan juri MQK, H. Munawwar ZUHRI mengatakan “Jumlah peserta yang mendaftar untuk fiqh tingkat anak-anak sebanyak 56 santri, fiqh tingkat dewasa diikuti 60 santri dan aqidah tingkat dewasa sebannyak 14 santri. Total jumlah peserta adalah 130 santri dari berbagai pondok pesantren dan madrasah diniyah di kabupaten Tulungagung”. Dewan Juri MQK terdiri dari para ustadz dan tokoh kyai muda NU Tulungagung. “Ketentuan siapa saja pemenang untuk masing-masing kategori mutlak di tangan dewan juri. Dan keputusan dewan juri tidak bisa diganggu gugat” tegas kyai muda yang akrab dipanggil Gus Zuhri. 

Berdasarkan sidang dewa juri, Juara 1,2, dan 3 kategori fiqh anak-anak adalah Rikza Fuadi Naelal Muna (PP. Daruttaibin), Asyfa Fitri Ruhani (Madin al Huda), dan Khoiru Nuril Hikmah (PP. Salafiyyah Syafi’iyyah Wonokromo). Kemudian untuk Juara 1 sampai 3 fiqh dewasa adalah M. Muhlisin (PP. Al Falah Trenceng), Qoyyimun Naufal (PP. Al Fattahiyyah), dan Ali Muttaqin (PP. Salafiyyah Syafi’iyyah Wonokromo). Sedangkan juara 1 sampai 3 kategori aqidah dewasa adalah M. Mahbub Ibnu (PP. Darul Falah), Sevri Thoriq Hidayat (PP. MIA), dan M. Arsyad (PP. Al Falah Trenceng). 

Selaku Ketua Pelaksana, H. Bagus Ahmadi menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi mensukseskan MQK tahun ini. “Harapan panitia, kedepan ada penambahan jumlah kategori yang dilombakan. Hal ini karena kajian kitab kuning di pesantren meliputi berbagai bidang keilmuan, seperti tafsir, hadits, fiqh, tasawuf, aqidah, sejarah, dan lain-lain. Sementara yang dilombakan kali ini hanya fiqh dan aqidah”. Gus Bagus juga menambahkan “Dari ajang MQK ini diharapkan akan muncul kader-kader santri yang mampu memahami kandungan kitab kuning dengan baik dan pada saatnya nanti mampu menjadi pengganti para ulama terdahulu dari sisi kedalaman ilmu dan kemandiriannya. Karena tugas utama santri adalah tafaqquh fiddin guna mempersiapkan bekal kelak dalam menjalani kehidupan di masyarakatnya masing-masing”. 

Sementara itu, H. Ahmad Budianto MM Ketua Panitia HSN Kabupaten Tulungagung menegaskan “Kegiatan MQK bertujuan menjalin silaturrahmi antar pondok pesantren dan santri”. Pria kelahiran Blitar ini menambahkan “Para Pengasuh dan para bisa saling bertegur sapa, mengenal satu sama lain, dan kemudian menjalin hubungan serta membentuk jaringan yang kokoh antar pesantren, disinilah pentingnya ajang ini” terangnya. 

Sejarah telah membuktikan, dengan adanya jalinan relasi pesantren di Nusantara, kyai-santri mampu berperan dalam setiap proses berbangsa dan bernegara. Salah satu bukti buah jaringan kyai-santri adalah lahirnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang selanjutnya oleh Presiden Jokowi peristiwa tersebut diabadikan sebagai Hari Santri Nasional./BA/MFM/