Terhitung sejak tanggal 23 – 25 November 2017 kemarin Nahdlatul Ulama menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes). Kali ini Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama dihelat di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Serangkaian acara telah digelar di berbagai kota untuk mengawali forum yang mengusung tema “Memperkokoh Nilai Kebangsaan Melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga”.
Sebelum Munas dan Konbes digelar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyelenggarakan beberapa kegiatan pra-munas. Kegiatan itu dilaksanakan sedikitnya di empat kota sejak Oktober lalu dalam bentuk forum diskusi publik dan Halaqoh. Diantaranya di Kota Manado, Sulawesi Utara, dilaksanakan diskusi dengan subtema “NU dan Kebinekaan”. Kemudian di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah dengan subtema “Kesenjangan Sosial dan Penguatan Ekonomi Warga”. Di Kota Bandar Lampung, Lampung diskusi publik mengambil subtema “Penguatan Organisasi menuju Satu Abad NU dan Reforma Agraria untuk Pemerataan Kesejahteraan Warga”. Sementara itu di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dilakukan kajian dan pemetaan sejumlah isu pokok yang bakal digodok di forum bahtsul masail Munas.
Beberapa subtema diskusi dan halaqoh yang diselenggarakan menunjukkan bahwa betapa konsen dan kepedulian NU terhadap masalah keummatan sangatlah besar. Utamanya menyangkut persoalan ekonomi dan keadilan sosial, serta penyelamatan NKRI dari menguatnya gerakan radikalisme yang berbasis agama. Komitmen NU terhadap masalah pelayanan umat dan keberlangsungan NKRI bukanlah hal baru. Sejak dilahirkan pada tahun 1926, NU menegaskan diri hadir sebagai Jam’iyyah Diniyah wal Ijtima’iyyah (Organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan) yang tujuan utamanya adalah menghantarkan kemerdekaan Indonesia.
Pada pelaksanaan Munas dan Konbes, musyawirin (sebutan untuk peserta forum ini) dibagi ke dalam tiga komisi, yakni (1) Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi’iyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan aktual), (2) Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu’iyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan tematik), dan (3) Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah (pembahasan masalah-masalah keagamaan berkaitan dengan perundang-undangan).
Sebagai upaya menjaga fokus kajian dan pembahasan, masing-masing komisi dibuatkan daftar inventarisasi masalah (as’ilah) yang dikaji pada masing-masing komisi tersebut secara mendalam. As’ilah yang dikaji dan dibahas dalam komisi-komisi Munas Alim Ulama 2017 adalah sebagai berikut :
A. Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi’iyyah
1. Frekuensi Publik
2. Investasi Dana Haji
3. Izin Usaha Bepotensi Mafsadah
4. Melontar Jumrah Aiyamut Tasyriq Qablal Fajri
5. Status Anak dan Hak Anak Lahir di Luar Perkawinan.
B. Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu’iyyah
1. Fiqih Disabilitas
2. Konsep Taqrir Jama’i
3. Konsep Ilhaqul Masail Binazhairiha
4. Ujaran Kebencian (Hate Speech)
5. Konsep Amil Dalam Negara Modern Menurut Pandangan Fiqih
6. Konsep Distribusi Lahan/Aset.
C. Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah
1. Ruu Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren
2. RUU Anti Terorisme
3. Tata Regulasi Penggunaan Frekuensi
4. RUU Komunikasi Publik
5. RUU KUHP
6. RUU Etika Berbangsa dan Bernegara
7. Regulasi Tentang Penguasaan Lahan.
Sementara itu, dalam forum Konbes NU pembahasan lebih difokuskan pada bagaimana pelaksanaan atau implementasi keputusan-keputusan Muktamar ke 33 di Jombang, mengkaji perkembangan program, dan memutuskan Peraturan Organisasi.
Munas-Konbes NU tahun 2017 dibuka oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (23/11) siang, di Islamic Center NTB, Kota Mataram.
Dalam sambutannya Presiden Jokowi menyampaikan, sekilas pertemuannya dengan para ulama Afghanistan yang berkunjungan ke Istana Kepresidenan di Bogor dua hari lalu. Dalam kesempatan itu, para ulama tersebut mengutarakan kekagumannya terhadap Indonesia yang saat ini begitu diberkahi dengan semangat toleransi yang tinggi sehingga jauh dari perpecahan. “Padahal, Indonesia memiliki keberagaman yang sangat tinggi,” tuturnya dalam sambutan pembukaannya seperti dikutip dari siaran pers Humas Munas Alim Ulama.
Menurut Presiden, Indonesia yang terdiri dari 714 suku yang berbeda-beda agama dan 1.100 bahasa daerah, mampu hidup dalam kebersamaan dan persatuan yang cukup kokoh. Sementara itu, Afghanistan yang hanya terdiri dari tujuh suku, dua diantaranya bertikai sehingga memicu perang dan membawa intervensi asing. Perang yang berlangsung sejak 1973, kini sudah berumur empat dekade. Kepada Jokowi, para ulama ini menginginkan Indonesia bisa menjadi mediator perdamaian di Afghanistan.
“Beliau menyampaikan kepada saya Indonesia ini mau beperan sebagai mediator pertikaian yang ada di Afghanistan dan saya sanggupi. Karena Afghanistan itu sebenarnya negara kaya, deposit minyak dan emas paling besar di dunia. Hanya saja tak bisa dikelola. Sehingga Afghanistan tak bisa memberikan kesejahteraan bagi warganya,” ujar Jokowi mengutip pembicaraannya dengan ulama Afghanistan.
Terkait agenda NU ini, Jokowi menegaskan sikap pihaknya yang menanti rekomendasi yang dilahirkan nantinya. “Kami mohon nantinya bisa dibahas yang disampaikan, rekomendasi-rekomendasi terutama yang berhubungan dengan pemerintah dan kami bisa menindaklanjuti,” ujarnya.
Presiden Jokowi mengaku akan sangat menantikan rekomendasi NU yang terkait dengan gerakan radikalisme dan paham yang intoleran. “Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. Karena sekarang pegangan kita sudah kuat, ada UU-semua, perpunya. Jadi kalau memutuskan, ada payung hukumnya yang jelas,” ujarnya sembari menegaskan pihaknya selaku pemerintah akan berupaya bersikap tegas terhadap penyebar aliran-aliran radikal dan sikap intoleran di Indonesia.
Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 2017 di Pulau Lombok menjadi sempurna dan penuh makna karena dihadiri dan ditunggui oleh Ulama-ulama sepuh NU. Diantaranya hadir Syaikhona KH. Maimun Zubair, KH. Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Sirodj, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dan Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Mandi serta ulama-ulama dari timur tengah.
Semoga warga NU dan generasi bangsa dapat mengambil i’tibar atau pelajaran berharga dari pelaksanaan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 2017.
Komentar Terbaru