Oleh : Mohammad Fatah Masrun

Indonesia memang sudah terbebas secara langsung dari penjajahan fisik kaum penjajah (imperialis-kapitalis). Secara formal, kemerdekaan itu telah diraih kurang lebih sejak 71 tahun silam. Bangsa Indonesia secara hukum sejajar, sederajat dan berdaulat seperti bangsa lain di dunia. Namun, secara faktual negara-negara penganut faham imperialis-kapitalis saat ini ternyata memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap Bangsa Indonesia.

Sejak awal kemerdekaan hingga kini, perjalanan sejarah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari konstelasi dunia (global). Dalam konstelasi global posisi Indonesia selama ini masih menjadi sasaran/objek (maf’ul bih) dan dikendalikan oleh wacana asing yang berwatak imperialistik. Sebut saja gagasan tentang developmentalisme, HAM, gender, demokrasi liberal, governance dan lain sebagainya.

Model imperialisme zaman klasik dengan zaman modern sangat berbeda. Zaman klasik atau zaman revolusi fisik, upaya imperialisme dilakukan melalui penyerbuan fisik (invasi militer). Pada zaman modern, menurut Wahid (1999) upaya imperialisme dilakukan melalui infiltrasi modal asing dan penguasaan aset industri. Dengan pendekatan itu mereka lebih mudah menguasai negara-negara jajahan, dan biayanya lebih efisien. Kepentingan utamanya adalah melestarikan hegemoni dan kekuasaan atas negara-negara berkembang.

Hegemoni menurut Gramsci (2000) merupakan sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di dalamnya terdapat sebuah konsep tentang tatanan sosial disebarluaskan dalam masyarakat baik secara institusional maupun perorangan; (ideologi) mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral.

Berkaca dari pandangan diatas, menjadi tidak aneh jika kemudian instrumen-instrumen geo-politik yang dimiliki kaum imperialis-kapitalis seperti IMF dan Word Bank, terus mendikte berbagai kebijakan penting Republik Indonesia. Lebih dari itu, meminjam analisis Giddens (1990), bahwa di era global kebijakan suatu pemerintah di bidang ekonomi, politik, sosial dan lain-lain harus menyesuaikan dan tidak bisa berlawanan dengan konsesi global.

Pengaruh global yang sedang beroperasi di Indonesia sekarang sesungguhnya tidak hanya datang dari blok Amerika dan sekutunya. Melainkan dari blok Negara-negara Eropa dan Asia sendiri. Pasca perang dunia II khususnya, persekutuan negara-negara imperialis-kapitalis telah mengalami polarisasi. Meski demikian, kepentingan mereka sama yakni menguasai dan menjajah negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Mun’im (2012) memetakan, setidaknya ada empat kekuatan global yang sedang mengepung NKRI. Ke-empat kekuatan tersebut masing-masing memiliki tujuan, metode, dan strategi sendiri-sendiri, meski beberapa memiliki kemiripan.

Pertama, neo-liberal yang berasal dari USA. Tujuannya adalah terwujudnya demokrasi liberal, merebut pengaruh politik, dan menguasai sumber daya alam serta ekonomi yang ada di Indonesia. Kini, sumber tambang emas di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, sedang menjadi incaran dan rebutan antar negara-negara besar, seperti China, phentermine USA, Jerman, dan lainnya. Metode yang digunakan adalah dengan mengangkat isu HAM dan lingkungan hidup, melakukan tekanan ekonomi, serta infiltrasi dan inovasi. Sedangkan strateginya adalah dengan mengubah atau mengganti UUD dan peraturan perundang-undangan lainnya, campur tangan berbagai konflik, dan mempengaruhi pola pikir.

Kedua, islam radikal yang bersumber dari Saudi Arabia. Tujuannya adalah mewujudkan khilafah Islamiyah, Negara Islam Indonesia (NII), dan menegakkan syari’at Islam. Metode yang digunakan adalah dengan memasuki wilayah parlementer plus, yakni bidang sosial dan bawah tanah, serta mengatasnamakan jihad atau menggunakan teror. Adapun strateginya sama dengan yang digunakan oleh neo-liberal.

Ketiga, sosial demokrat yang berasal dari Uni Eropa. Tujuan, metode, dan strategi yang digunakan kurang lebih sama dengan neo-liberal. Namun di sini sosial demokrat memiliki strategi tambahan, yakni dengan mengusung teologi pembebasan dan melakukan dekonstruksi.

Keempat, neo-komunisme. Tujuannya adalah untuk merebut kekuasaan politik, serta melaksanakan konsepsi PKI. Metodenya yaitu dengan motif balas dendam, menghancurkan tatanan sosial, menciptakan konflik vertikal maupun horizontal, serta dengan melakukan sabotase. Adapun strategi yang digunakan adalah sama dengan neo-liberal, dengan tambahan melakukan dekonstruksi.

Seluruh kekuatan global tersebut bertujuan menjajah dan memporak-porandakan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Mereka telah mengepung Indonesia dari semua penjuru pada satu sisi, dan pada sisi yang lain, kekuatan formal dan non-formal kita benar-benar hampir lumpuh dan tak berdaya.
Dalam situasi yang demikian, menyelamatkan Indonesia merupakan tugas suci dari seluruh komponen bangsa.

Kebangkitan Indonesia harus dimulai, diciptakan, dan di rekayasa sedemikian rupa agar NKRI selamat dari kehancuran atas dominasi global. Warga Indonesia harus bangun, bangkit dan berikhtiar mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Namun demikian, ikhtiar apapun yang dilakukan untuk mendiagnosa dan melakukan terapi atas berbagai problem yang dihadapi bangsa dewasa ini harus diperkuat dengan analisis atas konstelasi global, tentu agar ikhtiar itu tidak menjadi sia-sia belaka dan menemui kegagalan. Kebiasaan kita berfikir substansial harus disempurnakan dengan berfikir relasional.

Ihdina AlShiroth AlMustaqiem
Tegal-Ploso, 7 Pebruari 2017
mfm/abahfatah78@gmail.com