(Tawangmangu-Jateng) Pada tanggal 17 Agustus 1945, Melalui Soerkano dan Hatta Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Proklamasi kemerdekaan itu juga disempurnakan dengan komitmen seluruh kekuatan bangsa dari latar belakang apapun bersepakat hidup secara formal dalam satu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemudian, juga menetapkan Pancasila sebagai landasan Idiil (Ideologi negara) dan menempatkan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional negara.

Selama tidak kurang dari 72 tahun seluruh kekuatan bangsa menjalani kehidupan sebagai sebuah negara bangsa (Nation State). Sehingga sudah banyak ujian dan tantangan yang dilalui bangsa Indonesia. Idealnya pengalaman panjang itu menjadikan paradigma kebangsaan Indonesia semakin dewasa dan produktif. Fakta yang terjadi justru sebaliknya, hingga saat ini masih ada saja sebagian kalangan yang tetap berupaya mengutak-atik relasi agama dan Negara. Relasi agama-negara yang sesungguhnya sudah terakomodasi dalam Ideologi Negara Pancasila mencoba dikaburkan bahkan ada kecenderungan Pancasila dijadikan sebagai alat pembenar agenda sekurelisme di satu sisi dan agenda fundamentalisme disisi lain. Padahal, Pancasila anti terhadap kedua faham tersebut, baik secara materi maupun spiritual.

Dalam waktu yang bersamaan, kita dihadapkan pada fakta semakin kuatnya cengkeraman liberalisme politik dan ekonomi. Melemahnya peran serta negara dan menguatnya peran serta swasta dalam kehidupan publik merupakan kenyataan yang harus dihadapi bangsa. Dengan demikian, sesungguhnya saat ini kita sebagai sebuah negara bangsa berada dalam posisi yang sangat kritis dan teramat berbahaya. Sehingga, keprihatinan semua pihak dari seluruh kekuatan bangsa sangatlah penting, eksistensi bangsa harus dijaga, dipertahankan dan terus diperjuangkan.

Salah satu bentuk keprihatinan yang amat tinggi ditunjukkan oleh anak bangsa yang tergabung dalam Front Penggerak Pancasila (FPP). Untuk menggugah kesadaran sekaligus menggerakkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, Ahad, 15 Oktober 2017 mereka menggelar Apel Akbar Kesetiaan Pancasila di Puncak Gunung Lawu Tawangmangu Jawa Tengah. Luar biasanya, Apel diikuti tidak kurang dari 33.000 anak bangsa yang berasal dari Seluruh Indonesia. Tentunya hal ini merupakan sebuah aksi yang langka ditemukan di era sekarang. Apalagi massa yang datang dari berbagai wilayah ini datang secara sukarela dan biaya pribadi masing-masing dengan sistem berjamaah.

Apel Kesetiaan Pancasila oleh Front Penggerak Pancasila juga mendapat restu dan dukungan Para Kyai Sepuh dan Pengurus Nahdlatul Ulama Se-Jawa. Oleh karena itu, peserta paling banyak terutama datang dari Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Kemudian, perwakilan dari Lampung, Sumatera,  Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Kemudian kyai sepuh yang mengikuti Apel mulai awal hingga akhir diantaranya adalah Syaikhina KH Anwar Manshur Pengasuh Ponpes Lirboyo (Rois Syuriah PWNU Jatim), KH Ubaidillah Shodaqoh Semarang (Rois Syuriah PWNU Jateng) dan KH Mas’ud Masduqi (Rois Syuriah PWNU DI Yogyakarta, Dr. KH As’ad Said Ali Jakarta, KH Mashuri Malik dan Lain-lain.

Menurut KH Abdul Muni’im, Dz Koordinator Nasional FPP, bahwa latar persoalan yang mendasari diselenggarakannya Apel Akbar Front Penggerak Pancasila karena prihatin melihat kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin tidak menentu dan kurang sesuai dengan kesepakatan maupun cita-cita para pendiri bangsa. Ihwal ini juga di tunjang dengan anarki dan kesenjangan sosial yang semakin meningkat.

Intelektual NU yang juga menjabat sebagai Wakil Sekjen PBNU itu juga menguraikan ” Saat ini situasi kehidupan berbangsa dan bernegara semakin tidak menentu, negara dijalankan tanpa ada arah dan haluan, kehidupan politik dan ekonomi penuh dengan anarki yang melahirkan kesenjangan, ketidakadilan, sehingga memicu ketegangan dan kekerasan. Selain itu, banyak kebijakan pemerintah yang hanya mengejar kemajuan dengan mengorbankan kedaulatan”.

Terhadap situasi yang demikian itulah, penulis Buku Benturan NU dan PKI ini berpendapat bahwa harus ada komponen bangsa yang konsen melakukan berbagai langkah, diantaranya : Pertama, menggagas gerakan kepedulian dan melawan faham maupun pemikiran yang bertentangan apalagi berupaya mengganti Ideologi dan dasar negara Pancasila. Kedua, merumuskan strategi pengamalan dan pengembangan Nilai-nilai Pancasila dalam praktik kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagai di era modern. Ketiga, mengarusutamakan dan menggerakkan pancasila sebagai akar kebijakan untuk mempertahankan persatuan, meratanya keadilan dan kokohnya kedaulatan negara bangsa Indonesia. Wallahu A’lam. /mfm/