Tulungagung. “Orang itu jika terbiasa memutus tali silaturahim, sering melakukan maksiat, berani melanggar aturan yang ditentukan Allah, maka hatinya akan tertutup, jika hati seseorang telah tertutup maka ia pasti akan sulit mendengar perkara-perkara kebaikan”.

Demikian dawuh KH Muhson Hamdani dalam acara pengajian rutin sabtu pagi di Masjid An-Nahdliyah PCNU Tulungagung pada Sabtu, 9 September 2017. Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Asrama Sunan Kalijogo Ngunut ini menyampaikan hal tersebut berdasarkan kitab At-tibyan karya Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. “Jangan sampai kita memutus tali silaturahim terhadap sesama, utamanya terhadap antar sesama ummat islam, pentingnya menjaga silaturahim ini juga ditekankan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dalam muqoddimah qonun asasi Nahdlatul Ulama” terang beliau, yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur Aswaja NU Center Tulungagung.

Perkara silaturahmi saat ini menjadi sebuah isyu yang menarik untuk direfleksikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata dalam banyak hal juga membawa pengaruh besar terhadap pola komunikasi masyarakat . Fenomena yang terjadi di masyarakat cenderung menunjukkan trend yang negatif. Suatu misal, dalam bidang ekonomi orang bisa putus komunikasi dengan sahabat dekatnya hanya karena persaingan bisnis, dalam bidang politik orang bisa saling tidak menyapa hanya karena beda pilihan politik, dan sebagainya.

Gejala seperti itu mudah dijumpai tidak hanya terjadi di ruang publik, melainkan juga di ruang privat yakni di lingkungan keluarga. Umat islam khususnya warga NU harus mengikuti jejak Rasululloh dan banyak menggali hikmah dari generasi salafussholih, para ulama dan masyayikh yang telah banyak mengajarkan betapa pentingnya menjaga dan memperkuat silaturahim antar sesama, baik dalam posisi binnasab ataupun bissabab.

Berkaitan dengan besarnya perhatian media dan arus penyikapan terhadap tragedi berdarah di Myanmar, Kyai Muhson mengajak kepada para sami’in dan sami’at pengajian sabtu pagi untuk tetap waspada dan satu frame dengan sikap pemerintah Republik Indonesia dan PBNU. Beliau mengatakan “ada kesan tragedi Myanmar mau dijadikan tunggangan oleh kelompok tertentu untuk memecah belah tali persaudaraan kita antar sesama umat beragama di Indonesia, seolah-olah ini perang antar agama”. Jika kita terjebak, kita bisa berseteru dengan kelompok agama Hindu di dalam negara kita” imbuh beliau.

Pengajian rutin sabtu pagi yang diselenggarakan oleh PCNU Tulungagung hingga saat ini telah berjalan 5 tahun, terhitung awalnya sejak tahun 2012. Pengajian bilkitab dengan sistem bandongan ini diampu oleh beberapa masyayikh, yaitu KH Mahrus Maryani Rois Syuriah PCNU Tulungagung, KH Muhson Hamdani, dan sesekali KH Muhsin Ghozaly Mustasyar PCNU Tulungagung. Para masyayikh yang lain, utamanya santri, pelajar dan warga NU yang berasal dari seluruh kecamatan di Kabupaten Tulungagung secara rutin hadir mengikuti pengajian rutin yang diawali sejak pukul 05.30 – 07.00 WIB.

Imam, salah seorang siswa SMK NU Tulungagung yang rutin mengikuti pengajian sabtu pagi mengatakan kepada pcnutulungagung.or.id “Sedikit banyak saya menjadi lebih ngerti tentang NU karena ikut ngaji mas, soalnya ada tanya jawabnya, apalagi setelah ngaji ada sarapan gratis”. Jika para pelajar sebelum masuk kelas ikut pengajian seperti yang dilakukan imam, alangkah indahnya dunia pendidikan kita./mfm/